Cerita Dewasa Nafsu dan Cinta
Cerita Dewasa Nafsu dan Cinta
Sore itu, tanggal 13 Februari 2012. Aku menjalankan motorku pelan-pelan dalam perjalanan pulang ke rumah setelah sebelumnya mengantarkan istriku ke terminal bus bersama dengan anak pertamaku yang masih berumur 4 tahun pulang ke tempat mertuaku. Sudah kangen katanya. Lama tidak berjumpa. Dan kebetulan ada acara 1000 hari kematian ayah dari mertuaku.
Aku tidak bisa ikut karena bos tidak mengijinkan cuti mendadak. Semua permintaan cuti harus diajukan 2 minggu sebelumnya, paling telat. Masih terngiang di telinga dampratan bos ketika aku minta cuti,”Emang ada yang mati? Kalau enggak, namanya bukan urgent. Embahmu kan udah lama matinya. Kalau nggak urgent, harus diajukan 2 minggu sebelumnya. Masa nggak ngerti juga?”.
Ah, sudahlah. Ada enaknya juga ngejomblo seminggu. Rumah sepi, bisa nonton TV gak harus rebutan dengan anak istri. Lagian juga tidak sendirian di rumah. Masih ada Nisa keponakanku, anak dari kakak pertamaku yang memang tinggal bersama kami selama dia sekolah di SMA favorit di kota pelajar yang tercinta ini. Sudah hampir setahun dia tinggal bersama kami untuk menuntut ilmu, dan beberapa bulan lagi Nisa akan naik ke kelas 2 SMA.
Namaku Tyo. Nama panggilan saja. Nama lengkapnya panjang sampai KTP saja tidak muat. Seorang karyawan swasta yang sebenarnya posisinya sudah lumayan. Manager. Istriku satu, anakku juga baru semata wayang. Seorang anak cowok yang lagi lucu-lucunya. Sudah setahun terakhir ini kami mencoba menambah anak, tetapi Tuhan belum memberikan. Istriku tidak bekerja, hanya Ibu RT (Rumah Tangga).
Mengendarai motor sambil melamun, tahu-tahu sudah terlewat belokan ke rumah kami. Akhirnya aku mampir sejenak di warung mie ayam pinggir jalan yang katanya terkenal enak.
“Ah, kenyang juga makan mie ayam bakso jumbo. Nanti malam nggak perlu makan malam nih, ngirit. Moga-moga Nisa nggak masak tapi makan di luar juga”, batinku setelah selesai makan mie ayam bakso jumbo + es campur di warung Bakso Bang Tito.
Akhirnya aku kembali menjalankan motor matic kesayanganku. Kali ini tujuannya ke rumah, berhubung hari sudah berangsur gelap dan kemungkinan sebentar lagi Nisa keponakanku tersayang akan segera pulang dari sekolahnya. Katanya hari ini ada les dan extra PMR, jadi sampai sore pulangnya.
Bercerita tentang Nisa, dia memang keponakan favoritku sejak aku kecil. Usia kami terpaut lumayan banyak, 10 tahun. Nisa adalah keponakanku yang paling tua, anak dari kakak pertamaku. Waktu kecil dulu aku paling senang bermain dengan Nisa. Dia lahir di rumah eyangnya (orang tuaku), masih ditolong oleh embah dukun bayi, dan menetap di sana umur 3 bulan sebelum akhirnya diboyong pindah ke rumahnya sekarang di Jawa Tengah bagian utara.
Entah sejak kapan, mungkin sejak Nisa beranjak remaja, ketika mulai tampak sedikit “benjolan-benjolan” di tubuhnhya, ketika pantatnya mulai berisi, dan tingginya juga mulai agak menjulang, aku mulai ada ketertarikan dengannya secara fisik. Namun tidak ada hal-hal yang terlalu berlebihan yang kulakukan terhadap Nisa.
Paling jauh yang pernah aku lakukan adalah, mungkin waktu itu dia masih Kelas 2 SMP. Momennya liburan lebaran. Rumah dihuni oleh 20an orang. Sebelumnya, aku tidur berdua dengan bapakku, sedangkan ibuku tidur bertiga dengan Nisa, dan satu keponakanku lagi, cowok yang masih berumur 6 tahun. Waktu itu aku tidak bisa tidur karena bapak mendengkur keras sekali. Sehingga, aku datang ke kamar yang ditempati ibuku dan meminta untuk bertukar tidur. Ibuku sambil terkantuk-kantuk meng-iyakan saja tanpa curiga apa-apa. Sebelum aku beranjak tidur, aku mampir dulu ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Aku masih juga susah tidur. Di samping sudah terlanjur “kagol” istilah jawanya, juga karena di sebelahku Nisa tidur dengan seenaknya. Waktu itu dia memakai rok pendek di atas lutut dan T-Shirt ketat. Sekilas dapat kulihat daging pinggiran bibir memeknya menyembul dari celah celana dalamnya yang berwarna putih, dan astaga…! Ada lubang kecil di tengah celana dalamnya karena sobek. Ya Tuhan… Bagaimana ini… Aku tentu saja semakin penasaran dan terangsang berat.
Aku yang tadinya hendak mematikan lampu kamar akhirnya mengurungkan niatku dan terpana di depan Nisa yang masih tertidur lelap. Bayangkan saja. Kedua lututnya diangkat, kakinya terbuka, sehingga roknya tentu saja terangkat dan menampakkan keseluruhan panjang kakinya. Kulit Nisa tidak putih, tetapi kuning. Anaknya tinggi semampai. Waktu kelas 2 SMP itu, tingginya sudah hampir sama dengan ibunya, mungkin sekitar 155 cm, tetapi badannya langsing.
Yang terjadi kemudian adalah kami saling mengintip, yaitu antara mataku dengan kelentit Nisa. Ya! Dari lubang kecil di celananya itu, aku bisa melihat kelentitnya yang sedikit tersembunyi oleh kulit penutupnya (clitoral hood). Dan aku yakin, waktu besar nanti, itil Nisa pastilah termasuk jenis itil yang berukuran di atas rata-rata. Karena baru umur 14 tahun saja, itilnya sudah terlihat menyembul dari kulit penutupnya.
Dag dig dug rasa jantungku. Perlahan kudekati selangkangan Nisa yang terbuka. Setahuku Nisa kalau tidur susah sekali dibangunkan, tetapi aku harus tetap berhati-hati. Kucoba memasukkan jari tengahku ke dalam lubang celana Nisa. Ah, kesempitan. Sepertinya kelingkingku pun tidak akan muat.
Akhirnya dengan masih penuh rasa berdebar-debar, kucoba menyibakkan celana dalamnya ke samping. Setengah mati penasaranku ingin melihat bentuk memeknya dari dekat. Dengan perlahan aku menyibakkannya. Tetapi, baru saja jemariku menyentuh pinggiran celana dalamnya, Nisa terbangun dan mengucek-ucek matanya. Selesai sudah petualanganku malam itu.
Di tahun-tahun selanjutnya, seiring bertambahnya usia dan kesadaran seksualnya, Nisa sudah semakin tertutup dan menjauh dariku. Dari cerita yang kudengar dari kakakku (ibunya), memang Nisa orangnya pendiam, pemalu, apalagi sama temannya yang cowok.
Dan itupun sepertinya masih kulihat ketika Nisa pindah ke rumahku sewaktu mulai sekolah SMA. Orang tuanya (kakakku) memang sengaja menitipkan Nisa kepada kami karena ayah Nisa harus pindah kerja ke pedalaman, dan mereka berpikir alangkah lebih baik kalau Nisa bisa meneruskan sekolah SMA di Kota Pelajar, apalagi kebetulan ada aku yang tinggal di sana, sehingga bisa ikut mengawasi Nisa. Sekalian persiapan untuk kuliah nanti kata mereka.
Nisa yang kulihat memang masih pemalu, meskipun sebenarnya sudah lebih terbuka. Bulan-bulan pertama Nisa sekolah SMA kulihat semuanya berjalan biasa saja. Nisa berangkat dan pulang sekolah diantar jemput pembantu kami, lumayan buat tambahan penghasilan pembantuku, karena biaya “ojek” ditanggung oleh kakakku. Tetapi beberapa minggu terakhir ini kudengar dari pembantuku, kadang Nisa berkirim pesan untuk tidak perlu dijemput karena pulang bersama teman setelah belajar kelompok di rumah teman yang lain. Aku tidak bertanya lebih jauh apakah temannya itu cewek, cowok, kakak kelas, atau teman sekelas, dst.
Hingga ketika pulang dari mengantarkan istri dan anakku, tanpa kusadari sebelumnya, aku akan mendapatkan jawabannya. Ketika mendekati rumahku, kulihat lampu-lampu luar rumah sudah dihidupkan oleh Nisa, yang berarti dia sudah pulang. Aku buka pintu pagar dan kumasukkan motorku ke dalam setelah sebelumnya menutup lagi pintu pagar. Sayup-sayup kudengar suara musik dari lagu yang dinyanyikan oleh boyband Korea yang entah apa judulnya aku sama sekali tidak tahu.
“Gila nih anak sore-sore muter musik kencang-kencang kaya mau kawinan aja”, batinku. Aku sudah menyiapkan kata-kata teguran sambil memasukkan motorku ke dalam garasi kami.
Ketika kubuka pintu garasi, agak terhenyak juga ternyata di dalam sudah ada 1 motor Ninja 250R warna hijau. Tidak mungkin Nisa yang bawa, jadi ini motor siapa? Tadi aku tinggal belum ada ini motor. Semakin penasaran dan tidak enak saja perasaanku. Aku hendak mencari Nisa untuk menanyakan motor siapa yang ada di dalam garasi, dan sebaiknya dia punya penjelasan yang bagus.
Aku langsung menuju kamar Nisa yang ada di bagian belakang dari rumah kami. Aku tidak menghiraukan lagi bahwa lampu-lampu di ruang tengah belum dinyalakan, karena aku mendapat cukup penerangan dari ventilasi pintu di kamar Nisa yang kulihat lampunya menyala. Ketika kudekati kamarnya, aku mendengar sayup-sayup suara orang bercakap-cakap selain suara musik yang lumayan keras.
Dan suara satunya kok berat seperti suara cowok? Semakin panik lah pikiranku. Sempat terpikir untuk melabrak masuk ke dalam kamar tetapi kuurungkan niatku. Aku ingin tahu siapa lawan bicara Nisa dan apa yang mereka bicarakan. Ventilasi pintu kamar sepertinya bisa untuk mengintip apa yang terjadi di dalam, tetapi aku punya ide lebih bagus.
Kamar Nisa terhubung langsung dengan gudang dan di sana ada jendela berkaca nako yang lebih leluasa untuk melihat, tidak perlu naik kursi segala. Dan yang kutahu, jendela itu susah ditutup dengan sempurna karena sudah rusak, sehingga hanya ditutup gorden saja dari dalam, dan letaknya pas ada di atas kepala tempat tidur Nisa seingatku.
Aku segara mencari kunci gudang yang tergantung bersama dengan kunci lainnya di kotak kunci dan dengan perlahan-lahan kubuka pintu gudang. Sempurna! Gudang ini cukup gelap sehingga apa yang terjadi di dalam kamar akan terlihat dengan jelas. Dan ternyata gorden dalam posisi membuka separuh, sehingga hanya vitrage saja yang menutup jendela nako tersebut dan membatasinya dengan ruangan gudang yang gelap di mana aku berada.
Aku bisa melihat dengan cukup jelas suasana di dalam kamar Nisa, karena vitrage nya memang model yang cukup menerawang dengan jaring yang jarang-jarang. Sepintas tidak kulihat ada orang di dalam kamar. Tetapi kulihat laptop Nisa menyala di meja belajarnya. Dan ya ampun, ternyata selain sedang memutar musik mp3 yang dihubungkan dengan speaker Altec Lansing bersubwoofer, layar laptop Nisa sedang menayangkan film bokep dengan volume suara di-mute. Wah, semakin panas lah hatiku. Dan yang membuatnya terbakar adalah apa yang kulihat kemudian.
Di dalam kamarnya, kulihat Nisa duduk menyandar di tembok dengan baju sekolah yang tersingkap ke atas sekaligus BH nya. Dan yang kukira adalah tangannya yang sedang meremas-remas payudaranya, adalah ternyata tangan orang lain! Karena kulihat tangan Nisa ada di samping badannya. Matanya terpejam, sepertinya sangat menikmatinya. Payudaranya kulihat cukup berkembang.
Cukup besar juga. Putingnya masih berwarna pink dan berukuran sedang saja. Saking terpesona dan kagetnya aku, sehingga aku agak melupakan bahwa aku perlu tahu siapa pemilik tangan yang sedang meremas payudara Nisa. Setelah kuteliti, ternyata yang sedang meremas payudara Nisa kulihat tidak pantas kalau masih berusia sekolah. Paling tidak dia sudah semester 4 kuliah. Anaknya sebenarnya cukup ganteng menurutku. Badannya besar, tetapi tidak sebesar dan setinggi badanku.
Ingin rasanya aku menjebol jendeal nako gudang ini atau mendobrak pintu kamar Nisa. Tetapi aku punya ide yang lebih baik. Aku ambil HP Sony Xperia model terakhir yang baru beberapa bulan kubeli, kemudian aku mulai mengambil foto-foto mereka yang sedang bermesraan, atau lebih tepatnya berbuat mesum. Setelah kurasa cukup, ada 20 buah foto, aku mulai merekam aktivitas mesum Nisa dan teman cowoknya dengan modus video resolusi HD agar lebih jelas.
Dapat kulihat dari laya HP ku, Nisa mulai berciuman mesra dengan teman cowoknya tersebut. Tangan kanan cowok tersebut yang tadinya meremas-remas payudara Nisa kulihat mulai bergerak ke bawah, ka arah perut Nisa yang tersingkap. Kemudian tangan tersebut mulai bergerak ke bawah, ke arah ujung atas dari rok panjang seragam SMA Nisa yang kulihat masih utuh belum tersingkap dan belum terlepas.
Ketika tangan cowok tersebut mulai menyusup ke dalam rok Nisa, kulihat Nisa mengentikan ciuman mereka dan memegang tangan cowok tersebut seraya berkata, “Mas Adi, Nisa nggak mau kalau sampai ke situ… Nisa masih takut…”
Ternyata nama cowok tersebut Adi.
“Memangnya kenapa Nisa, besok kan sudah Hari Valentine, kamu juga sudah besar. Apa kamu nggak malu sama teman-temanmu? Katanya kita mau ngelakuin sesuatu yang special di Hari Valentine…”
“Nggak, Nisa pokoknya nggak mau kalau terlalu jauh. Nisa takuut…”
“Iya, Mas tahu. Tapi apa kamu juga tidak kasihan sama Mas? Mas sudah kepengeeen banget sama Nisa..”
“Kepengen apa? Kalau ML pokoknya aku nggak mau… Titik…”
“Ayo lah Nis… Mas nanggung nih… Ya udah, kocokin aja deh, atau emutin sekalian kayak kemarin…”
“Nisa nggak bisa kalau ngemut Mas. Rasanya mau muntah…”
“Ya jadi gimana dong, masa Nisa nggak kasihan sama Mas… Udah lah ayo lah, emutin aja bentar nanti kalau sudah keluar sudahan…”, kata cowok tersebut sambil menarik leher Nisa mendekati selangkangannya.
“Nggak mau, Nisa nggak mau…! Udahan ah Mas. Nisa capek!”
“Ayo lah, Nis, sebentar saja lah. Sampai Mas keluar… Kalau nggak mau, berarti Nisa nggak saying ama Mas. Nisa nggak cinta…”
“Hiks, hiks…”, kulihat Nisa mulai menangis. Akhirnya kulihat dengan terpaksa Nisa mengocok kontol Adi yang perlahan-lahan semakin membesar dan menegang.
“Jangan keras-keras Nis, megangnya, sakit tahu…! Jilatin dan emutin dong Nis. Udah nggak tahan nih..”
Dengan masih sedikit terisak, Nisa mulai menjilati kepala kontol Adi.
“Masukin Nis. Emutt!”
“Hiks…. Hoek…! Udah dong Mas… Hu hu hu….”
Pecah juga tangis Nisa, yang tadinya hanya berupa isakan saja.
“Alah, cuman begitu saja mau muntah… Indah saja bisa sampai masuk semua…!”
What? Pikirku. Kalau tidak salah dengar, si Adi ini menyebutkan nama cewek lain dan membandingkannya dengan Nisa. Dasar buaya.
“Maksud Mas Adi apa? Emang Mas Adi sama Indah….?”
“Ah, sudahlah tidak usah dibahas. Payah kamu ah. Oral nggak bisa, ML nggak mau. Terus gimana aku?”
“Hiks hiks….”, Nisa masih juga menyisakan tangisnya.
Kemudian kulihat Adi mendekati Nisa lagi, dan dengan kasar mencoba menelentangkan Nisa serta menindihnya.
“Kayanya kamu memang harus dipaksa sepertinya…”
“Jangan Mas, aku nggak mauuu…”
Adi akhirnya bisa menindih Nisa dan mulai meraih ujung rok panjangnya untuk disingkapkan ke atas. Kulihat paha Nisa yang berkulit kuning langsat dan sangat mulus. Adi kemudian meraih ke dalam rok panjang Nisa, kemungkinan mencoba memelorotkan CD Nisa.
Akhirnya kuputuskan untuk menyudahi indikasi pemerkosaan yang ada di dalam kamar Nisa. Tadinya aku berpikir untuk berteriak dari dalam gudang, tetapi aku lebih memilih langsung masuk saja ke dalam kamar Nisa dengan mendobrak pintunya.
Ternyata pintunya tidak dikunci!
“Hei brengsek, apa yang kamu lakukan hah?! Lepaskan Nisa! Kalau tidak, kuplintir kepalamu!”, kataku dengan setengah berteriak.
“Om! Om kenapa di sini? Kukira pulang ke embah sama tante…”, Nisa ternyata menyangka aku akan ikut pulang kampung bersama istri dan anakku.
Aku menarik tangan Adi dan dengan sigap aku tempeleng kepalanya dan kuseret dia ke luar kamar dan ke dalam garasi.
“Siapa kamu? Ngapain kamu di rumah saya, ngerjain keponakan saya? Ha?!”
“Aduh, maaf Om. Saya pacarnya Nisa. Saya tidak tahu kalau Om di rumah”
“Ah, sudah! Nisa belum boleh pacaran! Anak ingusan aja kamu pacarin. Enak di kamu nggak enak di Nisa. Pulang sana, kalau tidak aku panggil warga kampung sini dan kuteriakin maling biar kamu dipukulin!”
“Jangan, jangan Om. Maaf, iya saya pulang Om…”
“Jangan sampai kulihat kamu kembali ke sini lagi!”
Dengan tergesa-gesa Adi berlari setengah merangkak ke arah motornya, kemudian menuntunnya ke luar garasi dan menyalakannya, sebelum akhirnya berlalu dengan setengah ngebut. Hampir saja dia tidak menyadari bahwa pintu gerbang pagar sudah aku tutup, meskipun tidak kukunci.
Aku kembali ke dalam kamar Nisa. Kulihat dia sudah merapikan pakaiannya, dan masih sesenggukan meringkuk di pojok kasurnya. Tanpa disadarinya, komputernya masih menyala dan film bokep yang tadi mereka lihat juga belum selesai.
Adegannya menayangkan seorang cewek Asia mungil dengan memek tanpa bulu yang sedang ngentot dengan orang tinggi besar berkontol besar dan panjang dan berkulit kecoklatan. Dari wajahnya kurasa dia dari peranakan Indian. Aku sedikit tertegun sebelum akhirnya kudekati Nisa dan kutanyakan apa yang mereka lakukan tadi.
“Kamu ngapain tadi Nis, sama si Adi brengsek itu? Ternyata sudah berani pacaran ya kamu, anak kecil aja.”
“Nggak Om, wong Cuma temen”
“Temen apaan yang remes-remesan susu sama ngemutin konthol kayak gitu? Temen mesum?? Kontol dia temen memek kamu sih iya…”
“Hiks hiks, Om kok kasar sih?”. Nisa mulai terisak lagi.
“Udah jangan nangis! Pokoknya ini nanti aku mau telpon kak Arni buat ngelaporin apa yang kalian lakukan. Dan Om punya buktinya. Tadi Om sudah rekam semua yang kalian lakukan di HP Om!”
“Huaa.. Jangan Om. Nisa bisa digantung sama Bapak… Huaaa”
“Nggak peduli! Kamu sudah bikin Om malu, tahu! Om nggak bisa jagain kamu dari pergaulan ama cowok brengsek macam Adi itu! Itu apaan lagi, nonton film apaan kamu?”
“Maaf Om, lupa belum dimatiin”, kata Nisa sambil beranjak ke komputernya untuk mematikan film bokep yang tadi ditontonnya.
“Udah nggak usah dimatiin. Tonton aja sepuasnya. Biar Om nyalain juga suaranya biar kamu puas!”, kataku sambil mengklik tombol un-mute di komputer. Akhirnya kita berdua selain bisa melihat adegan ngentot di layar komputer, juga bisa mendengar suara setengah berteriak dari cewek Asia yang sedang ngentot dengan cowok Indian tinggi besar itu.
Diam-diam aku menjadi konak lagi setelah tadi agak terputus karena menghajar Adi.
“Kalau kamu nggak mau aku laporin ke ibu dan bapakmu, kamu harus mau Om hukum!”
“Iya Om. Nisa mau, Nisa mau ngelakuin apa aja hukuman dari Om”
“Ya sudahlah kalau begitu… Pokoknya nanti kalau sampai kamu membantah perintah Om, Om akan kirimkan video rekaman ini ke Kak Arni lewat email. Om akan upload di intenet biar temen-temen kamu bisa lihat semua!”
“Iya, Om. Jangan Om, Nisa maluuu… Huhuhuhu”
Tentu saja aku tidak akan melakukannya. Itu hanya ancaman gertak sambal terasi saja buat Nisa. Aku juga tidak mau ikutan malu kalau sampai video mesum Nisa tersebar sampi ke mana-mana.
“OK OK. Sudah sekarang jangan nangis lagi! Udah ganti baju sana! Masih pakai seragam aja mesum”
Nisa agak ragu-ragu dan masih terdiam di sudut tempat tidurnya.
“Iya Om. Nisa mau ganti baju. Tapi, masak Om nggak keluar dulu?”
“Enggak! Om mau lihat Nisa ganti baju! Kalau nggak boleh, Om telepon Kak Arni nih!”
“Jangan, jangan Om. Iya Nisa ganti baju deh di sini sekarang”
Nisa turun dari tempat tidurnya dan mendekati almari bajunya. Dengan sangat ragu-ragu, dibukanya kancing-kancing bajunya, kemudian dilepaskannya. Sambil masih berusaha menahan bajunya agar menutupi payudaranya yang masih terbungkus BH, Nisa berusaha melepaskan rok panjangnya.
“Udah, lempar aja bajunya ke pojokan kamar sana! Om sudah lihat semuanya tadi!”
“Iya, iya Om”
“Roknya juga!”
Kamudian Nisa melemparkan baju seragam ke pojokan kamar sebelum perlahan dengan penuh keraguan melepaskan roknya dan melemparkannya juga ke pojokan kamar. Nisa mulai membuka almari pakaiannya dan memilih pakaian yang akan dia kenakan.
“Eits, masak bra sama CD kamu nggak ganti juga? Udah kena obok2 cowok kamu itu tadi, kan kotor. Ganti juga!”
“Masak Nisa harus lepas juga Om. Telanjang dong nanti?”
“Alah, Om sudah pernah lihat Nisa telanjang juga dulu…”
“Ya tapi kan itu dulu, sekarang kan lain..”
“Lain bagaimana? Sama aja keless… Susu sama tempik kamu kan juga masih sama!”, sengaja aku berbicara vulgar agar Nisa semakin keder.
“Ya, sekarang kan memek Nisa sudah ada bulunya agak banyak…”
“Udah lah cepetan… Om udah capek nih.. Buka nggak? Om telpon Kan Arni nih!”
“Iya iya…”, kata Nisa.
Kulihat dia sudah tidak lagi menangis, tetapi lebih ke menampakkan wajah yang agak dongkol. Namun tidak ada lagi penolakan yang berarti dari Nisa. Dibukanya juga bra dan CD nya dengan perlahan. Waktu dia menunduk untuk membuka CD nya, karena posisinya yang membelakangiku, dapat kulihat lipatan memeknya yang sedikit merekah dari belakang. Salah satu tampilan memek yang paling kusuka, yaitu ketika si cewek sedang menunduk atau sedang jongkok.
Setelah semuanya lepas, dilemparkannya bra dan CDnya ke pojokan kamar bersama dengan baju seragam SMA nya, yang diikut dengan usaha Nisa mencari pakaian dalam dan baju untuk ganti.
“Tunggu. Jangan pakai dulu. Sini kamu Sa… Udah sini! Om pengen lihat seberapa banyak jembut yang kamu bilang sudah ada banyak itu”, kataku memerintahnya.
Dengan perlahan-lahan Nisa berjalan mendekatiku. Tangan kanannya berusaha menutupi kedua payudaranya, sedangkan tangan kirinya berusaha menutupi memeknya.
“Tangannya taruh samping badan sambil jalan ke sini. Nggak usah ditutupin!”, kataku.
Nisa menurut saja. Mungkin dia sudah merasa tidak ada gunanya melawan. Resikonya terlalu besar kalau sampai dia dilaporkan ke orang tuanya atau videonya tersebar.
Kulihat meskipun belum sepenuhnya terbentuk, badan Nisa sangatlah proporsional. Tingginya mungkin sekitar 165 cm, toketnya aku kira-kira berukuran 34A atau B. Pinggulnya sudah berbentuk menggitar. Dan memang kulihat jembutnya sudah lumayan banyak. Yang agak mengejutkanku, setelah kulihat dari dekat, jembutnya lurus, tidak keriting seperti jembut-jembut lain.
Setelah dekat di depan aku duduk, aku towel toketnya. Nisa agak terkaget dan sedikit mundur, namun maju lagi. Kulihat matanya terpejam dan dia menggigit bibirnya. Sejurus kemudian, aku remas toket kirinya dengan agak kasar. Nisa sedikit merintih, entah sakit entah keenakan. Agak lama aku bermain-main dengan kedua toketnya. Kadang aku remas agak keras, kadang aku pelintir putingnya, kadang aku remas-remas dengan lembut.
Kemudian tanganku bergerak ke bawah, menuju ke arah selangkangannya. Aku elus-elus jembutnya yang lurus. Kudengar Nisa sedikit tercekat. Aku mencari celah garis di memeknya dan kueluskan telunjukku di sana. Aku terkejut. Basah! Entah itu sisa dari lendir kenikmatannya tadi bersama Adi ataukah sebenarnya dia menikmatinya aku tidak tahu.
Ketika kuangkat jari telunjukku dari belahan memeknya, dapat kudengar lenguhan dan helaan nafas Nisa meskipun matanya masih terpejam. Kontolku sudah ngaceng sengaceng-ngacengnya. Tetapi posisinya yang agak terjepit celana jinsku sangatlah tidak mengenakkan. Tetapi aku punya ide.
“Nisa, buka resliting celana Om! Sekarang!”
Dengan penuh keraguan, diraihnya ujung resliting celanaku dan mulai dibukanya.
“Masukkan tanganmu ke dalam! Kontol Om agak sesak di dalam. Singkap CD nya dan keluarkan kontol Om!”
Nisa mau juga akhirnya mencoba melepaskan kontolku dari sarangnya. Kudengar nafasnya sedikit tercekat ketika kontolku akhirnya bebas dan mengacung meski masih sedikit tertahan celana jinsku.
“Kenapa Nis?”, tanyaku.
“Gede banget Ooom, kaya punya bintang bokep…”
“Siapa dulu yang punya… Nggak kayak punya Adi brengsek itu kan? Sekarang kocok kontol Om!”
“Tapi Om. Om nggak akan maksa Nisa ML sama Om kan? Nisa takut. Nisa kan belum pernah…”
“Enggak, yang jelas nggak sekarang!”
Sekarang dengan tidak ragu lagi, Nisa mulai mengocok kontolku.
“Agak cepat Nis!”
Nisa mengocok kontolku dengan cepat. Tidak kubiarkan toket Nisa menganggur. Aku remas-remas toketnya dengan irama yang sesuai dengan kocokan tangan Nisa di kontolku. Setelah sekitar 5 menit, karena gairah yang sejak mengintip tadi menumpuk, akhirnya aku merasa akan segera keluar.
“Deketin mukamu ke kontol Om Sa! Cepetan!”
“Ah, ah, ah….”
Semburan-semburan spermaku tanpa dapat terbendung lagi menyemprot-semprot ke mana-mana. Sebagian besar mengenai muka Nisa, sebagian meluncur ke toketnya, bahkan sebagian lagi menyemprot sampai ke belakang Nisa.
“Jangan dilap dulu, sebentar!”, kataku.
Kuambil HPku dan kupotret wajah Nisa yang belepotan pejuku yang baru saja keluar.
“Haah, puas Om. Kamu memang hebat Nis…”
Kemudian aku bangkit dari dudukku, kudekati Nisa setelah sebelumnya mengambil tissue untuk mengelap wajahnya. Sambil melap wajahnya, kupeluk Nisa. Kugunakan tanganku yang satunya lagi untuk meremas-remas pantat Nisa. Setelah bersih, kulepaskan pelukanku setelah sebelumnya kuelus memeknya dan sedikit kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya. Bokep Jepang
“OK, Om nggak mau lagi kamu ketemu dengan Adi. Kalau Om tahu, Om akan kasih tahu ibumu soal apa yang kalian lakukan… Sekarang kamu mandi sana! Om capek, mau tidur dulu… Tapi pokoknya mulai sekarang Nisa harus ikutin semua perintah Om. Ngerti?”
“Ohh! Iya Om, ngerti…”
“Sekarang mandi sana, badan wajah dan badan kamu lengket semua tuh kena pejunya Om. Hehehe…”
Nisa kemudian beranjak ke kamar mandi. Ingin rasanya aku menontonnya mandi, tetapi kuputuskan untuk tidur saja karena aku sudah capek dan puas. Namun sebelum tidur, aku pergi ke kamarku untuk mengambil salah satu T-Shirt ku yang berwarna putih serta tidak terlalu tebal. Aku letakkan T-Shirt itu di tempat tidur Nisa. Kemudian kuambil HP ku dan kukirimkan pesan WhatsApp kepada Nisa.
“Nis, Om mau mulai sekarang kalau malam Nisa pakai T-Shirt nya Om buat tidur. Dan Om tidak mau Nisa pakai pakaian selain T-Shirt itu. No BH, no CD, no rok, no celana pendek. Hanya T-Shirt saja. OK? Kemudian, besok pagi Om mau Nisa bangun jam 5, siapin sarapan, kemudian bangunin Om. Pintu kamar Om tidak akan Om kunci. Nisa harus bangunin Om dengan cara mengocok kontol Om. Kalau Nisa mau mengoral / ngemut kontol Om waktu bangunin, Om akan kasih tambahan uang jajan buat Nisa. OK?”
Setelah terkirim, aku beranjak ke kamar mandi di kamarku untuk mandi sebelum beranjak tidur. Tidak sabar rasanya menunggu pagi menjelang untuk dibangunkan Nisa serta menjalankan rencanaku.
“Oh, enaknya”, batinku. Di dalam tidurku, kurasakan aku dikelilingi cewek-cewek secantik bidadari. Ada yang mengelus dadaku, ada yang memainkan testisku, dan ada yang sedang berebut mengoral kontolku. Setelah agak lama, kurasakan bahwa itu bukan mimpi. Ohh, ternyata Nisa sedang melaksanakan tugasnya. Dia sedang mengocok kontolku dan sesekali menjilatinya. Cara bangun pagi terhebat yang pernah kurasakan.
“Ohh, Nisa, enak. Terusin dikit…. Ah, udah dulu, kalau nggak Om bisa ngecrot. Sini naik ke atas Om…”
“Tapi Om…”
“Udah sini naik..!”
Terpaksa harus kupaksa juga ini anak untuk menuruti kemauanku. Kuangkat badannya kemudian kududukkan di atas badanku dengan posisi pantatnya menduduki kontolku yang ngaceng penuh. Kuraba badan Nisa terutama di bagian dadanya. Oh, indahnya.
Dada Nisa yang akhirnya kupastikan berukuran 34B dari ukuran BH nya, dapat kulihat bergerak-gerak dari balik T-Shirt gombrang nan tipis yang dipakainya. Putingnya kulihat tercetak jelas di T-Shirt tersebut. Sesekali juga aku gelitikin puting Nisa. Kulihat Nisa memejamkan matanya, tetapi dia diam seperti patung.
“Nisa, lihat Om… Buka matamu dan lihat Om. Sekarang, Om mau Nisa gesekin memek Nisa ke kontol Om, gerakin pantat Nisa maju mundur dan putar-putar…! Ayo cepetan!”
Dengan agak segan Nisa melakukan yang kuminta. Aku masih saja meraba dan meremas payudara Nisa. Perlahan kusingkapkan T-Shirt gombrang Nisa ke atas. Aku ingin melihat payudara Nisa secara langsung ketika Nisa bergoyang ngebor di atasku. Memang sangat menggairahkan! Kulepaskan tanganku dari toket Nisa, dan kubiarkan toketnya bergerak-gerak katika Nisa bergoyang. Dan yang mengejutkan adalah, kurasakan bahwa kontolku agak sedikit basah. Kuraba selangkangan Nisa, dan aku mendapatkan kepastian bahwa Nisa ternyata terangsang. Memeknya sungguh basah! Tetapi masih saja dia segan melakukan perintah-perintah mesumku.
“Nis, berhenti dulu, angkat sedikit pantatmu!”
Kuperintahkan Nisa untuk mengangkat pantatnya sedikit, kemudian kuarahkan ujung kontolku ke lubang masuk memek Nisa yang kulihat sudah mengkilat karena basah.
“Eh, mau ngapain Om? Jangan dimasukin! Nisa belum pernah, Nisa takut Om!”
“Udah nggak papa, paling sakit dikit. Tuh memekmu sudah banjir gitu berarti kamu sudah siap ngentot”
“Ngentot apaan Om?”
“Ngentot itu ML!”
Setelah kurasa pas di depan lubang masuk memek Nisa, kutekan badannya ke bawah sambil perlahan kuangkat pantatku.
“Aduh Om, perih Om. Aduh aduh….”
“Bentar Nis. Bentar lagi juga nggak sakit, jadi enak! Ah…”
Kurasakan kepala kontolku sudah menyeruak masuk ke dalam memek Nisa sebelum akhirnya mandapatkan perlawanan untuk terus masuk. Sepertinya dari selaput dara Nisa.
“Om, udah masuk Om, udah Om. Perih…”
“Iya bentar lagi Nis!”
Aku gerak-gerakkan sedikit pantatku sehingga kontolku keluar masuk ke dalam memek Nisa selama beberapa tusukan. Setelah kurasa memeknya cukup dapat beradaptasti, aku angkat kuat-kuat pantatku ke atas, sekaligus aku tekan badan Nisa ke bawah dan akhirnya “Blesh!”. Begitu mungkin ilustrasi bunyinya.
“Ahh! Aduhhh! Sakiiit. Udah Om, sakit, perih Om”
“Iya ini udah. Biar di dalem dulu ya bentar”
Aku diamkan sementara kontolku di dalam memek Nisa. Kulihat hampir seluruh kontolku yang berukuran panjang 16.5cm dan diameter sekitar 4.5cm terbenam di dalam memek Nisa. Kuambil HP yang ada di dekatku kemudian kufoto adegan langka ini. Dapat kulihat ada lelehan darah yang mengalir di kontolku ketika flash dari kamera HP ku memancarkan cahaya untuk memotret.
Setelah mengambil sekitar 5 foto, aku alihkan mode ke rekaman video lagi. Perlahan kucabut kontolku dari memek Nisa, kemudian setelah tinggal ¼ yang ada di dalam, kuhunjamkan lagi ke dalam. Demikian kuulang-ulang dengan frekuensi yang semakin lama semakin cepat.
Kulihat Nisa mengernyitkan keningnya menahan perih sambil memejamkan mata.
“Nisa, Nisa. Kita ngentot Nis. Kita ML. Om ngentotin Nisa. Nisa ML sama Om. Enak nggak Nisa? Enak nggak? Oh, Om enak banget. Memek kamu enak, memek Nisa sempit… Oh, ah…”
Aku meracau dengan bahasa-bahasa yang vulgar agar semakin merangsang Nisa dan aku sendiri tentunya.
“Ehm, eh, oh, ah… Aduh. Masih perih Om, aduh…”
“Iya, tapi udah nggak kaya tadi kan? Enak nggak Nisa? Kontol Om enak nggak?”
“Aduh, iya enak dikit tapi perih Om….”
“Bentar lagi juga ilang perihnya Nis. Kalau nanti Nisa udah terbiasa…. Ah”
Semakin kupercepat genjotanku ke atas.
“Nis, pantatnya gerakin dong, Om capek”
“Bentar Om. Gimana, Nisa nggak bisa”
“Ya, naik turunin aja pantatmu Nis…Ah…”
Nisa kemudian mulai bisa menaik-turunkan pantatnya. Beberapa saat kemudian…
“Om, Om, ini apa, Nisa mau pipis, geli banget, pegel… Nisa mau pipis Om…. Bentar Om”
Nisa hampir saja mengangkat pantatnya dan meloloskan kontolku.
“Jangan dilepas! Ayo goyang terus! Aduh, memekmu sempit banget Nis. Ayo terus, Om udah mau nyampe ini.. Peju Om mau Om kasih semua buat Nisa. Ayo terus Nis!”
Nisa akhirnya meneruskan naik turun pantatnya di atasku.
“Aduh. Aaaaa, aduh ah, ah ooooh…. Aaah…! Nisa kenapa Om? Pegel, tapi enak. Aaaaaa….”
Rupanya Nisa sudah sampai di orgasme pertamanya. Entah, mungkin itu orgasme pertama dalam hidupnya. Yang jelas, kemungkinan besar itu orgasme pertama Nisa yang berasal dari kegiatan ngentot.
“Nis, Om juga mau nyampe. Ah, ah, ah, ah…”
Kuhunjamkan dalam-dalam kontolku ke dalam memek Nisa ketika gumpalan-gumpalan spermaku kuraskan menyemprot dari kontolku ke dalam rahim Nisa. Sama sekali tidak terlintas di dalam pikiranku saat itu tentang resiko hamil atau apa. Karena memang pikiranku sudah sedemikian diliputi oleh nafsu… Lust over Love…
Setelah semua keluar, perlahan kuangkat pantat Nisa dan kucabut kontolku dari dalam memeknya. Kulihat ceceran peju kental berwarna putih kemerahan meleleh dan menetes dari dalam lubang memek Nisa. Cairan campuran antara spermaku dan darah keperawanan Nisa.
“Om, kok tega sih Om ML in Nisa. Nisa kan jadi nggak perawan lagi…”
“Iya, udah lah. Yang penting enak kan?”
“Iya sih. Tapi gimana, Nisa bisa hamil nggak Om?”
“Udah jangan khawatir. Itu urusan nanti. Nisa kapan terakhir kali mens?”
“Udah lama sih Om, mungkin 2 hari lagi mens lagi…” Nonton Bokep
“OK deh, gampang nanti… Tapi yang perlu Nisa ingat, mulai sekarang, selama tantemu masih di kampung, Nisa tidurnya sama Om ya? Dan di dalam rumah tidak boleh pakai baju selain T-Shirt milik Om, tanpa daleman… Jadi kalau Om lagi pengen, cepet eksekusinya… Kalau nggak, nanti Om akan sebarin video kamu sama Adi dan video waktu kita ML tadi. Wajah Om akan Om kaburkan, tapi wajahmu tetap akan Om tampilin. Ngerti?”
“Iya, iya Om…. Tapi Om? Boleh nggak Nisa jujur ama Om?”
“Iya, kenapa Nis?”
“Sebenernya…. Sebenernya Nisa ada rasa sama Om, bahkan sejak Nisa kecil…”
“Ha? Masak sih?”, tanyaku.
“Iya Om. Nisa sering dengar dan terus terang pernah ngintip waktu Om ML sama tante. Dan Nisa cemburu berat…. Pengen rasanya Nisa yang digituin ama Om… Dan akhirnya kesampaian juga hari ini Om…”
“Tapi Nis. Kenapa tadi kamu nggak mau?”
“Habis emang sakit sih, waktu kontol Om masuk ke memek Nisa”, kata Nisa sambil memegang kontolku ketika dia menyebutkan kata ‘kontol Om’.
“Wah, kamu tuh. Tau gitu kan dari dulu Om ngentotin Nisa. Om juga sudah sejak dulu sebenernya konak kalau lihat Nisa… Yaudah, berarti klop dah.. Besok gini aja. Kamu minum aja itu pil KB punya tantemu. Nanti gampang Om bisa beli kalau udah mau habis biar tantemu nggak curiga. Atau nanti Om belikan buat Nisa… Biar kita bisa ngentot setiap hari tanpa takut hamil. Om sebenarnya juga kurang banget dijatah ama tantemu. Cuman sebulan sekali, padahal Om maunya paling tidak seminggu 1 atau 2 kali… OK?”
“Iya Om.. Makasih Om…”
“Iya, Om yang makasih. Sekarang mandi yuk, udah agak siang ini. Kamu sekolah nggak hari ini?”
“Enggak ah Om. Males. Lagian katanya Sabtu ini guru-guru rapat.”
“Ya udah kebetulan. Om kan juga libur. Jadi nanti kita bisa ML sepuasnya hari ini.. hehehe…”
“Ih, Om nakal….”
Post a Comment