Cerita seks terbaru Kontolku menjulang sudah neng
Perkenalkan namaku Rian. Di hari Minggu 10 Maret 2005 Aku kebetulan ke Malang lewat Bus
penumpang sekitar pukul tujuh pagi untuk suatu tujuan penting. Selain aku, banyak
penumpang lain dalam mobil tersebut. Aku duduk di bangku kelas dua bersama 3 orang lainnya
yang sama sekali tidak kukenal. Di kursi itu aku duduk nomor dua dari kanan, sedang di
sebelah kiriku duduk dua wanita setengah baya. Namun di sebelah kananku seorang wanita
entah gadis, janda atau istri orang sedang duduk tenang dan sopan.
Umurnya sekitar 27 tahunan. Wajahnya sedikit putih dan menarik untuk ditatap karena nampak
ceria yang menunjukkan sikap keramahan. Bibir dan mulut serta hidungnya memancing daya
tarik tersendiri untuk dilumat. Bodinya cukup ramping yang dilapisi pakaian yang agak
tebal karena terbungkus jaket warna biru. Rambutnya tidak kelihatan karena terbungkus kain
berwarna hitam, sedang bagian bawahnya terbungkus kain warna biru tua.
Bermula ketika mobil yang kami tumpangi banyak bergoyang akibat jalan yang dilaluinya
banyak berluban dan mulai rusak-rusak kurang lebih 100 km dari daerah tempat tinggalku
menuju kota Malang. Saling bersentuhan dan berbenturan tubuh dalam mobil, sulit kami
hindari. Awalnya persentuhan tubuh kami biasa-biasa saja. Tidak ada reaksi dan pengaruh
apa-apa. Tapi lama kelamaan, akhirnya berpengaruh pula pada pikiran kotorku.
Aku terkadang berpura-pura tertidur sehingga kepalaku bersandar dengan lemas ke wanita di
sebelah kananku itu. Aku sempat merasakan hawa yang sedikit hangat dari tubuh wanita itu.
Ditambah pula dengan bau harum dari farfum yang digunakannya. Sepanjang dalam perjalanan,
tubuhku lebih banyak condong dan bersandar ke wanita di sebelah kananku. Ketika aku
membuka mataku sedikit, kulihat wanita setengah baya di samping kiriku memperhatikanku,
sehingga aku pura- pura terkejut dan segera memperbaiki kembali dudukku seolah aku baru
saja terbangun. Entah wanita di samping kananku itu tidur atau tidak, tapi yang jelas
kulihat matanya tertutup rapat. Tapi perasaanku mengatakan kalau ia pura-pura tidur,
karena nafasnya terasa tidak teratur dan hawa yang keluar dari tubuhnya semakin lama
rasanya semakin panas.
Setelah mobil melaju dengan kecepatan rata-rata 80 km perjam, hampir semua penumpang dalam
mobil itu mulai ngantuk sehingga tak ada lagi saling memperhatikan gerak gerik antara satu
dengan lainnya. Aku leluasa menyandarkan tubuhku pada tubuh wanita di samping kananku tapa
ada lagi yang mengawasi. Awalnya aku sangat ragu kalau wanita itu betul tidur lalu
terbangun dan mempermalukan aku dalam mobil. Tapi setelah beberapa lama ia tidak bergerak
sedikitpun bahkan nafasnya terasa semakin tak beraturan keluarnya yang diprkuat pula
dengan kepalanya yang sedikit condong ke arahku, maka aku yakin kalau ia tidak keberatan
atas sikapku itu, bahkan ia nampaknya sangat menyenanginya.
Dengan perasaan takut dan sedikit gemetar, aku coba gesekkan kepalaku ke lehernya lalu
menyentuhkan daguku ke bahunya, tapi ia tetap tak bereaksi. Kuturunkan lagi mukaku
menyentuh dadanya dan buah dadanya sekaligus, tapi ia tetap diam, bahkan nafasnya terasa
semakin kencang. Sungguh nikmat rasanya menyentuh kedua bukit kembarnya yang empuk itu,
meskipun dibalut dengan tiga lapis kain tebal. Setiap mobil bergoyang agak keras, akupun
memanfaatkan untuk menekan wajah dan mulutku agar menyentuh putingya dengan harapan dia
juga bisa terangsang seperti aku.
Sikapku ini masih tidak dihiraukan, sehingga aku pura-pura tersentak sambil menarik kepala
lalu kujatuhkan kembali secara berulang-ulang. Kali ini aku lebih berani lagi menempelkan
wajahku ke wajahnya yang memang agak condong ke arahku. Sengaja kegesek-gesekkan sehingga
terasa halusnya dan nafasnya menyapu hidungku berkali-kali. Bahkan aku coba sedikit
membuka mulut agar setiap mobil bergoyang aku mencium dan mengisap pipinya. Ia hanya
terdiam dan lebih merapatkan pipinya, lalu aku coba lagi sentuhkan mulutku ke mulutnya
atau bibirnya, namun tetap diam, malah ia sedikit gerakkan mulutnya seolah ia sambut
bibirku. Ketika pipi, mulut dan bibir kami saling nempel dalam keadaan tidur yang dibuat-
buat, aku tidak akan menarik dan melepas lagi, bahkan setiap kali mobil bergoyang, akupun
menggerakkan bibir dan sesekali mengisap bibirnya.
Aku semakin penasaran dan tak tahan lagi berpura-pura tidur. Kucoba membuka mata dan
menatap wajahnya sambil tetap menempelkan wajahku di wajahnya, tapi ia nampaknya bertahan
untuk tetap menutup matanya. Tanganku mulai gatal ingin bergerak menelusuri tempat-tempat
sensitifnya, tapi aku masih ada keraguan. Akhirnya aku coba beranikan diri menjatuhkan
lenganku kepahanya, ternyata ia tidak bergerak. Lalu kuturunkan sedikit demi sedikit ke
selangkangannya dan menekannya berkali-kali bahkan aku berusaha menyentuh vaginanya dari
luar, tapi kedua pahanya masih rapat. Jantungku terasa hampir copot ketika ia tiba-tiba
melenguh keras dan menggerakkan kepalanya serta kedua pahanya, tapi ternyata hal itu
membuatku lebih berani lagi.
“Hhmm.. Sstt.. Hh..” suara nafas itulah yang keluar dari mulutnya sambil membuka lebar
kedua pahanya dan menyandarkan kepalanya lebih rapat lagi ke leherku, meskipun matanya
masih tetap tertutup. Sikuku lebih leluasa menyentuh benda hangat lagi montok terbungkus
kain tebal seirama dengan gerakan mobil yang kami tumpangi. Mulutnya terasa panas
menyentuh leherku yang sesekali kurasakan tertempel rapat yang membuat leherku sedikit
basah. Hawa panas nafasnya sangat terasa menyapu pipi dan leherku. 99% aku yakin kalau ia
menyadari sikapku sejak tadi, hanya saja masih ada 1% keraguanku karena matanya masih
tertutup rapat.
Tapi setelah aku mencoba mengisap keras bibirnya dan memasukkan tangan kananku ke dalam
kain yang membungkus celana dalamnya lalu kutarik kepalaku bersandar kembali di kursi
seperti sedia kala, matanya tiba-tiba terbuka pelan-pelan dengan sayu lalu memandangi
wajahku yang sedang menghadap ke depan sambil ia tersenyum simpuh. Pandangan dan senyum
simpunya itu kulihat dari ekor mataku sehingga membuatku yakin 100% kalau ia berpura-pura
tidur sejak tadi dan ia sangat menikmati semua tindakanku. Ia nampaknya tidak menolak
tanganku yang masih menempel di atas celana dalamnya. Malah pahanya semakin terbuka,
sehingga cairan yang membasahi celana dalamnya terasa licin di tanganku. Tapi aku segera
berbisik dekat telinganya sambil menarik keluar tanganku.
“Mm.. maaff yah Mmbak.. Aku tak sadari diri. Aku khilaf” bisikku. “Nggak masalah kok Mas.
Biar aja. Sudah telanjur” jawabnya berbisik pula sambil memegang tanganku seolah
melarangku mengeluarkannya. “Turun di mana Mbak?” Tanyaku sambil memasukkan tanganku ke
dalam celana dalamnya. “Di jalan APR. Kalau Mas di mana?” ia balik bertanya usai menyebut
alamatnya. “Di jalan MR Mbak” jawabku sambil mengelus-elus bulu-bulu halus yang tumbuh
pada kedua daging montok yang kurasakan dalam celana dalamnya. Sesekali pula kusentuh
tonjolan daging mungil yang tertancap di tengah-tengah lubang yang terasa sangat basah
dalam celana dalamnya itu. Baru aku berpikir untuk mengajukan pertanyaan yang lebih inti
lagi, tiba-tiba seorang wanita setengah baya di samping kiriku batuk keras yang membuat
semua penumpang dalam mobil itu terbangun.
Aku segera tarik keluar tanganku dari dalam celana dalam si wanita di kiriku itu dan..
“Sebentar kita selesaikan Mas” katanya sambil memperbaiki tempat duduknya seolah-olah
tidak terjadi apa-apa dengan aku. Kami tetap seperti orang yang tidak saling kenal. Namun
tangan kami saling meraba dan ujung sikuku bertumpu rapat pada payudara wanita itu sampai
mobil berhenti di depan warung nasi yang ada km 100 dari kota Malang. Kami memberi
kesempatan pada penumpang lainnya turun untuk makan. Setelah kami hanya tinggal berdua di
atas mobil, kami mencoba saling meraba di bagian bawah karena takut dilihat oleh orang
yang keluar masuk dari warung itu. Tanganku kembali menggerayangi vagina si wanita tadi,
sedang ia menggerayangi kemaluanku tanpa membuka pakaian kami masing- masing.
Setelah kami saling terangsang dan merasa takut ada orang lain yang melihat kami, kami
lalu turun dan sepakat ke belakang warung untuk buang air kecil. 3 pintu WC yang berjejer
dalam keadaan terbuka dan kosong, lalu aku masuk ke WC yang kedua, sementara si wanita
yang belum kutanyakan namanya tadi melangkah menuju WC yang terakhir. Setelah kuperhatikan
kiri kanan tidak ada orang lain yang melihat kami masuk, kami lalu beranikan diri menarik
tangan si wanita itu masuk ke WC di mana aku masuk. Ia nampaknya juga ketakutan, tapi
setelah ia menengok kiri dan kanan, iapun segera masuk. Lalu kututup pintunya dengan cepat
dan melepas ikat pinggang serta memerosotkan semua celanaku sampai ke lutut hingga
kemaluanku terlihat berdiri keras.
Wanita itu nampaknya mengerti maksudku dan ia tak mau sia- siakan kesempatan ini, ia lalu
menyingkap tinggi-tinggi rok panjang yang dikenakannya lalu menarik celana dalamnya keluar
hingga lepas. Dalam keadaan berdiri, ia kudorong sedikit ke belakan hingga bersandar ke
dinding WC, lalu kutekan dan kujepitkan tubuhku ke tubuhnya sambil merenggangkan kedua
kakiku. Ia pun segera memberi peluang padaku tanpa aba-aba. Ia membuka kedua kakinya lalu
menarik kedua bibir vaginanya yang terlihat basah, berbulu halus, montok dan berwarna
merah jambu dengan kedua tangannya. Ujung penisku segera kuarahkan ke lubangnya dan
kutekan sedikit demi sedikit tanpa kami harus panetrasi lagi mengingat waktu kami sangat
sempit.
Walaupun mulanya sangat sulit dan terasa sempit masuknya ujung penisku yang agak besar
lagi keras sejak tadi itu, namun akhirnya masuk pula perlahan menembus dinding vagina si
wanita itu setelah berulang-ulang kali kupaksakan dengan keras hingga membuatnya sedikit
merintih dan seolah mau berteriak tapi mulutnya kututup rapat dengan tangan kananku. Aku
tak sempat lagi berpikir saat itu apa ia perawan atau bukan, bersuami atau janda. Yang
penting birahiku segera tersalur cepat di tempat itu. Meskipun tanganku sangat gatal ingin
meraba dan mengisap bukit kembar si wanita itu serta melumat bibirnya selama mungkin, tapi
aku masih selalu sadar kalau waktu dan tempat kami sangat sempit dan terancam. Perhatianku
hanya pada kemaluan kami dan ancaman yang sewaktu-waktu muncul dari luar.
Kocokan penisku kupercepat sambil berdiri sehingga menimbulkan bunyi keciprat.. keciprat
yang diiringi dengan deru nafas kami yang saling kejar tanpa teratur. Kedengarannya si
wanita itu ingin sekali berteriak dan bersuara mengikuti gerakan pinggul kami, tapi nampak
ia menahan dengan sekuat tenaga agar tidak mencurigakan dari luar. Kami saling diam seribu
bahasa, melainkan hanya kemaluan kami yang bicara dengan suara khas dengan makna
kenikmatan mendadak. Setelah kurang lebih 10 menit kami saling menggenjot dalam WC itu,
aku merasakan mulai ada cairan hangat yang mengalir dari ujung perutku menuju ujung
penisku tapi aku merahasiakannya.
Semakin kupompa semakin keluar dan rangkulan dan tekananku semakin keras hingga akhirnya
terasa muncrat dan tumpah dalam rahim wanita itu. “Mas, akhh.. Stts.. Uhhkk.. Aikhh.. Kamu
keluarin di dalam yach?” tanya wanita itu sambil terengah-engah dan memandangiku.
“Iiyach.. Sayang. Terlanjur. Apa boleh buat” jawabku sambil mencium bibirnya, namun
penisku belum kukeluarkan. Belum sempat ia menyambung kata- katanya, tiba-tiba ia
merangkulku dengan erat sambil tubuhnya terasa gemetar bagaikan orang menggigil. Ternyata
ia pun mencapai puncaknya sesaat setelah aku mencapainya. Kami saling berpelukan lemas dan
lunglai dalam keadaan berdiri.Cerita Sex Pembantu
Tiba-tiba terdengar pintu WC di sebelah tertutup lalu kedengaran ada air yang jatuh. Kami
tersentak terkejut dan segera melepaskan rangkulan lalu cepat-cepat merapikan pakaian kami
masing- masing. Aku coba buka pintu WC-nya perlahan lalu menengok kiri dan kanan kalau ada
orang yang memperhatikanku. Tapi setelah kuyakini tidak seorangpun yang melihatku, aku
buru-buru keluar yang diikuti pula oleh si wanita tadi dan langsung naik ke mobil
tumpangan kami.
Setelah kami duduk, kami lalu saling menatap sambil melempar senyum tanpa berbicara karena
sudah ada penumpang yang duduk di belakan kami. Kami tidak merasakan lapar hingga kami
tiba di tujuan kami masing- masing. Selama dalam perjalanan dari warung ke kota tujuan
kami, kami hanya tidur tanpa banyak gerakan lagi seperti sebelumnya. Setelah tiba di
Malang, kami kembali saling memandang wajah sambil tersenyum tanpa bisa berkata- kata.
Aku berharap agar kami berdua bisa bicara banyak nanti setelah turun di terminal, bahkan
aku berniat akan mencari tempat yang lebih aman dan lebih leluasa untuk melanjutkan
pergulatan kami tadi di dalam WC. Ternyata setelah kami turun di terminal, si wanita tadi
tiba-tiba berlari masuk ke dalam sebuah mobil sedan yang telah diparkir tidak jauh dari
tempat parkir mobil yang kami tumpangi lalu dengan segera melaju dengan cepatnya. Aku
hanya sempat melihat tangannya terangkat tinggi-tinggi keluar lewat jendela.
Aku sangat menyesal tidak menanyakan nama, alamat lengkap dan status serta pekerjaannya
sewaktu di mobil. Aku hanya bisa menghela napas panjang tanpa bisa berbuat apa-apa lagi.
Tapi setidaknya kami punya kenangan kisah nyata yang sungguh tak terlupakan nikmatnya
kapanpun. Hingga kutulisnya kisah ini, aku masih berharap bisa bertemu dengan wanita yang
tidak jelas identitasnya itu. Mudah- mudahan kami masih bisa dipertemukan di atas mobil,
sehingga kami bisa melakukannya lebih seru lagi. Sungguh suatu kenikmatan yang tak
disangka- sangka dan tak direncanakan serta tak dapat ditemukan kembali.
Post a Comment