Cerita Khusus Dewasa Matamu Bukan Hatimu
Cerita Khusus Dewasa Matamu Bukan Hatimu
WINE4D - Tak terasa tiga bulan lamanya aku berada di kota ini, di daerah ini dan di rumah ini. Telah tiga bulan lamanya pula ku melihatmu duduk termangu di taman itu dengan wajah yang nampak sedih, mata yang ingin menangis dan bibir yang tidak pernah ada senyum yang mengembang. Tatapanmu kosong, bahkan kau tidak tahu dimana letak orang yang memanggilmu. Kau buta, ada perasaan iba ketika mendengar kenyataan itu. Apakah karena itu kau terlihat murung dan sama sekali tidak mempunyai semangat untuk hidup. Tahukah kamu di sini ada lelaki biasa yang selalu memperhatikanmu, melihatmu, dan mencoba melindungimu dari kejauhan. Akulah lelaki itu!.
Namaku Rico, tepatnya Rico Syahrian aku berasal dari luar kota dan pekerjaan ayahkulah yang mengharuskan aku dan keluargaku pindah ke kota ini. Hari pertama pindah aku mencoba berkeliling di sekitar daerah tempat tinggalku yang baru dan mencoba menyapa tetanggaku. Tak ku sangka tidak jauh dari rumahku terdapat taman yang indah dan luas, ku coba melangkahkan kakiku menuju tempat itu. Taman yang nyaman dan bersih tentunya dikelilingi pepohonan rindang dan bunga-bunga yang cantik yang dapat menyejukkan mata seseorang ketika melihatnya. Di taman inilah aku melihatnya, gadis berjilbab putih dengan wajah yang cantik tengah duduk di kursi taman dengan tongkat di sampingnya.
“Tongkat? Untuk apa gadis cantik seperti dia membawa tongkat sepanjang itu?” Sebuah tanya tercipta di dalam benakku.
Seketika pertanyaan itu pun terjawab sudah ketika aku melihat seorang perempuan yang berumur di atasku memanggil nama gadis cantik itu. Gadis itu bangun dari duduknya dan terlihat seperti kebingungan mencari seseorang yang memanggilnya, padahal perempuan yang memanggilnya terletak di samping kanannya dan tidak terlalu jauh. Ternyata ia buta. Ia gerakkan tongkatnya sembari dibantu perempuan tadi dan ku rasa ia akan pulang ke rumahnya.
Jarum pendek jam telah menunjukkan angka sebelas, sedangkan jarum panjangnya telah menunjukkan angka dua belas. Ada apa dengan diriku? Biasanya jam sembilan malam saja aku pun sudah tertidur lelap bahkan sudah pergi ke alam mimpi yang terkadang indah terkadang pula menyeramkan sehingga membuat tubuhku basah berkeringat ketika bangun karena ketakutan. Aku rasa semenjak pulang dari taman tadi aku selalu terpikir akan sosok gadis yang ku temui di taman tadi. Dia Bella, itulah nama gadis yang ku temui di taman tadi dan aku mengetahui namanya ketika perempuan tadi memanggilnya. Ada rasa menggelitik di dada ini dan tanpa sengaja sudut bibirku mulai bergerak dan membuat sebuah senyuman, ya aku tersenyum sendiri seperti orang tidak waras. Aku rasa aku menyukainya pada pandangan pertama.
Aku tersadar dari lamunan panjangku, ya sedari tadi aku duduk di taman ini dan mengingat kembali saat pertama kali aku melihatnya. Dia di sini di tempat biasa ia duduk dan seperti biasa tatapannya kosong. Ia bangun dari duduknya mengambil tongkatnya yang berada tepat di samping lengan kanannya. Ku perhatikan Bella dari sini, ia menuju jalan raya. Sebuah mobil sedan melaju lumayan cepat ke arahnya dan seketika Bella tersungkur ke aspal dikarenakan mobil tersebut menyerempet dirinya dan berlalu begitu saja. Sontak saja aku yang sedari tadi memperhatikannya langsung menghampirinya. Dan tak lama pun warga sekitar menghampiri kami berdua.
“Hei kau tidak apa-apa?” Tanyaku sembari membantu Bella untuk duduk.
“Ku rasa tangan dan kakiku luka.” Jawabnya yang membuatku memfokuskan mataku untuk memeriksa kaki dan tangannya itu. “Kakimu lecet dan berdarah, di mana rumahmu? Akan ku antar kau untuk pulang!”
“Terima kasih, tapi aku bisa pulang sendiri.”
“Sudahlah!” Kata itu yang terucap dari bibirku sembari ku bantu ia berdiri dan ditolong pula oleh seorang bapak-bapak yang berada di samping kiriku.
“Terima kasih Pak, biar saya saja yang mengantarkan dia pulang.”
“Baiklah kalau begitu hati-hati Nak!” Ucap bapak-bapak itu.
Ku lingkarkan tangan kanannya ke tengkukku sembari tangan kananku memegangnya agar ia bisa tetap berjalan. Sampailah kami di sebuah rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya berbeda satu blok saja. “Ini rumahmu?” Tanyaku sambil menatapnya. Ia tak menjawab pertanyaanku, kemudian ia memanggil seorang perempuan yang tempo hari ku lihat di taman perempuan itu memanggilnya untuk segera pulang. Dan dari sini ku ketahui bahwa perempuan itu adalah kakaknya.
“Kamu kenapa Bella?” Tanya kakaknya panik yang melihat luka di kaki dan tangan Bella.
“A-aku…” Belum sempat Bella menjawab pertanyaan kakaknya aku langsung memotong ucapannya.
“Tadi dia emm maksudku Bella diserempet oleh seseorang yang mengendarai mobil sedan, tapi orang itu malah pergi begitu saja aku yang lihat kejadian itu langsung menghampirinya dan membantu ia untuk berjalan.” Jelasku yang membuat kakak Bella mengangguk paham.
“Terima kasih ya, untung ada kamu yang nolongin Bella.”
“Tidak Kak! Tadi Bella dengar banyak orang yang menghampiri Bella kok, tapi dianya aja yang mau bantu Bella padahal Bella gak butuh bantuannya.” Ucap Bella yang langsung membuat hatiku terasa sakit sekali.
“Hussst Bella jangan ngomong gitu! Oh ya nama kamu siapa Dek?” Tanya kakaknya padaku.
“Namaku Rico Kak, Rico Syahrian.”
“Namamu bagus pantas kamu baik, ayo silahkan masuk dulu Kakak buatkan kamu minum.”
“Tidak Kak terima kasih, saya ke sini cuma untuk mengantar Bella pulang, permisi Kak Assalamualaikum.” Ucapku sambil berlalu meninggalkan Bella dan kakaknya yang masih berdiri di depan pintu.
“Waalaikumsalam.” Jawab Bella dan kakaknya.
Setiap waktu aku selalu memikirkan hari itu, hari yang membuat hatiku sakit. Bagaimana tidak sakit jika melihat orang yang disayang terluka dan parahnya lagi hati ini sakit ketika mendengar kata-katanya pada saat itu. Dan semenjak kejadian itu pula aku jarang melihatnya di taman belakangan ini.
“Rico kamu kenapa tumben jam segini udah pulang?” Tanya ibuku heran yang melihatku begitu cepat pulang, padahal baru beberapa menit aku ke luar.
“Tidak apa-apa Bu, dia tidak ada.” Ups aku keceplosan.
“Dia tidak ada? Dia siapa maksudmu?”
“Eh tidak Bu, maksudku tidak ada yang menarik di luar makanya aku cepat pulangnya.” Jelasku yang membuat ibu tersenyum dan tidak melanjutkan pertanyaannya lagi.
“Ke mana dia? Apakah dia masih sakit? Sungguh aku mengkhawatirkannya. Oke baiklah kalau begitu besok pagi aku akan ke rumahnya untuk sekedar melihat keadaannya.” Batinku.
Hujan deras turun di pagi ini yang menebarkan hawa dingin di mana-mana. Namun entah mengapa diriku membenci hujan di pagi ini seakan-akan aku mengutuknya yang membuatku ragu untuk pergi ke rumah Bella.
“Duh hujan lagi.” Gumamku dalam hati.
“Mungkin hari ini tidak tepat, aku rasa besok saja aku menemuinya.”
Ya, hujan sukses membuat rencanaku untuk pergi ke rumahnya batal. Hujan turun lebih deras seakan-akan ia menertawaiku. Hari itu aku hanya bermalas-malasan di kamar, sesekali aku ke luar hanya untuk mandi dan makan, ya aku harus makan aku tidak ingin mati sebelum aku bertemu dengannya.
Hari ini berbeda dengan kemarin. Mentari pagi ini bersinar dengan terang, menemaniku yang sedang bersiap untuk ke rumahnya. “Assalamualaikum.” Aku mengucap salam sambil tanganku mengetuk pintu rumah Bella.
“Waalaikumsalam.” Jawab seorang perempuan dari dalam sembari membukakan pintu dan dia kakaknya Bella.
“Bellanya ada Kak?”
“Eh kamu Rico, emm Bellanya tadi lagi ke luar katanya sih mau ke taman.”
“Kalau gitu saya langsung ke taman aja ya Kak. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam, hati-hati kok! Jagain ya Bellanya!” Seru kakak Bella dengan tersenyum ke arahku.
Sampai di taman aku melihat seorang gadis yang tidak asing lagi bagiku, sedang duduk sendiri ya dia itu Bella langsung saja ku hampiri dia dan duduk di sebelahnya.
“Hai Bella, gimana keadaan kamu?”
“Aku baik-baik aja kok.”
“Lain kali hati-hati ya!” Ucapku sambil mengusap kepalanya yang tertutup jilbab.
“Ih apaan sih kamu ko.” Ucapnya sambil menyingkirkan tanganku. Aku pun tertawa melihatnya. Semenjak saat itu juga hubunganku dengan Bella semakin dekat dan aku merasa bahwa rasa suka yang ada di hatiku kini telah berubah menjadi cinta.
“Lupakan rasa cintamu padaku Rico!”
“Tapi kenapa Bella?”
“Kau itu terlalu sempurna untukku!” Jawabnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.
“Sedangkan aku tidak sempurna Rico! Aku buta!” Sambung Bella dengan tangis yang tidak bisa tertahan lagi.
“Hei jangan menangis! Kau itu sempurna untukku, aku menyayangimu semenjak aku pertama kali melihatmu di taman itu dan rasa itu tidak pudar meski ku tahu kau mempunyai kekurangan.” Jelasku dengan menghapus air matanya yang mengalir.
“Katakan saja kalau aku buta ko! Biar lebih jelas!”
Aku terdiam sambil memandang langit.
“Katakan saja aku buta!”
“Matamu bukan hatimu! Matamu memang buta dan tak bisa melihat, tapi hatimu tetap bisa merasakan cinta dariku.”
Ia terdiam menatapku.
“Aku mencintaimu dengan tulus aku berharap bisa menjadi kekasihmu dan aku akan menjadi matamu agar aku selalu bisa menuntunmu, aku ingin melindungimu Bella!” Jelasku yang membuat bela menitikkan air bening itu lagi.
“Apakah kau serius akan menjadikan gadis buta ini sebagai kekasihmu?”
“Matamu bukan hatimu!”
“Baiklah aku mau menjadi kekasihmu Rico.” Jawabnya dan aku pun memeluknya.
Semenjak itu aku dan Bella menjadi sepasang kekasih yang selalu bersama, saling berbagi dan saling melengkapi. Bella pun sadar jika matanya tak bisa melihat tetapi hatinya tetap bisa merasakan keberadaan cinta sejatinya.
Post a Comment