Cerita Penjual Bakso Gratis di Surabaya, Ngaku Mantan Istrinya Teroris
Surabaya - Ada cerita menarik di balik perjalanan hidup penjual bakso yang menggratiskan dagangannya untuk penghafal Alquran di Surabaya, Sayful Bakrie. Sebelumnya, ia dan mantan istrinya hidup berkecukupan hingga jalan takdir membuat keduanya berpisah karena perbedaan prinsip.
Sayful mengaku sejak kecil terbiasa menimba ilmu di pondok pesantren didikan para kiai Nahdlatul Ulama (NU). Namun ternyata keluarga sang mantan istri memiliki paham yang jauh berbeda. Bahkan Sayful berani menyebut keluarga sang istri menganut Islam radikal.
"Saya dipaksa untuk ikut, sebetulnya nggak ada masalah sih, nggak ada masalah untuk keluarganya dan saudara-saudaranya, tapi saya kan dari lingkungan orang NU," kata Sayful saat berbincang dengan Selasa (31/7/2018).
Ditambahkan Sayful, kondisi keuangan keluarga sang mantan istri yang serba berkecukupan juga disalurkan untuk kegiatan para teroris.
Meski demikian, Sayful menegaskan keluarga mantan istrinya tak ikut-ikutan membuat bom atau melakukan aksi teror, akan tetapi aktif menyumbang dana dan ikut serta dalam pengajian kelompok mereka.
"Dia sendiri kan orang kaya di Surabaya. Kalau membuat (bom, red) saya nggak paham tapi kalau pengajian dan teman-temannya seperti itu kan biasanya menyimpan (bom, red). Kalau dia biasanya menyumbang atau ikut pengajian," paparnya.
Bahkan Sayful mengaku sebagian teroris yang pernah melakukan aksi di Surabaya tak lain adalah teman-teman mantan istrinya. "Ya itu kemarin temannya semuanya," imbuh pria asal Gresik ini.
Beruntung kendati telah tujuh tahun menikah, Sayful tak pernah sekalipun terseret dalam jaringan tersebut. Hidup Sayful dan mantan istrinya damai-damai saja bersama kedua anak mereka. Namun karena pengaruh keluarga besar, sang mantan istri tak bisa menghindar dan tetap mengikuti paham radikal tersebut.
"Sebenarnya mantan saya ini juga mau ikut saya tapi karena dia kalah masa saudaranya kan enam dan banyak laki-lakinya," tambahnya.
Sayful bersyukur sejak kecil sudah dididik di pondok pesantren. Sebab dari pengamatannya, kelompok mereka hanya mendoktrin orang-orang yang mempunyai ilmu agama yang minim. Biasanya sasaran empuknya adalah kalangan mahasiswa.
"Tapi kalau sudah pernah mondok, itu (didoktrin paham radikal, red) ndak akan terjadi," ungkapnya.
Perbedaan prinsip ini lama-kelamaan membuat Sayful gerah. Ia lantas memilih bercerai dari sang istri. "Saya lebih baik pisah, malah lebih tenang pisah dan lebih ayem," tutupnya.
Post a Comment